ACEH UTARA, SIYASAHNews | Pemukiman warga Gampong (desa) Pante Pirak, Kecamatan Matang Kuli, Aceh Utara terendam air, Sabtu (19/05/2027). Luapan Sungai Keureuto mengakibatkan rumah warga mengalami banjir.
Banjir luapan sungai sering dialami warga kawasan lintasan Sungai Keureuto. Selain Gampong Pante Pirak, sejumlah gampong lain di kawasan Matang Kuli menjadi langganan banjir. Menurut warga, bajir terjadi akibat debit air dari kawasan hulu sungai tinggi. Selain itu, sungai sekitar Matang Kuli juga dangkal, bahkan karena tidak ada tanggul sungai, air sering meluap.
Seperti dikabarkan sebelumnya, sejumlah desa di Kecamatan Matang Kuli, Aceh Utara rawan bencana banjir. Salah satunya Desa Pante Pirak, selain sering banjir juga sulit dijangkau untuk evakuasi karena berada di pedalaman.
Kepala Desa Pante Pirak Muhammad Ali, beberapa waktu lalu mengatakan, Pante Pirak yang dilintasi Sugai Keureuto sering dilanda banjir. Kondisi sungai dangkal ditutupi sedimen, selain itu air mudah meluap karena tidak terhalang tanggul. "Karena tidak ada tanggul sungai untuk penghalang, saat air meluap tumpah ke desa kami," jelas Muhammad Ali.
Sebelumnya warga juga mengakui, bila banjir terus meningkat, warga butuh tempat hunian (shelter). Warga telah mempersiapan lokasi shelter, di samping menasah (surau). Sehingga sangat mengharapkan pemerintah membantu bangunan shelter untuk melindungi warga yang menjadi korban banjir.
Hunian dan UU Penanggulangan Bencana
Kebutuhan tempat hunian untuk korban bencanan pada saat status darurat, diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007. Pada Pasal 53 dijelaskan, pemenuhan kebutuhan dasar meliputi bantuan penyediaan kebutuhan air bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan psikososial, serta penampungan dan tempat hunian.
Sementara pada Pasal 26 dijelaskan, setiap orang berhak mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana, mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Selain itu, mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana, berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial.
Selanjutnya, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya, dan melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan penanggulangan bencana.(tim)