Di Markas Besar PBB, Fadli Zon Pertanyakan Standar Ganda Demokrasi

Tim Siyasah
17.7.24
Last Updated 2024-07-17T09:16:49Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
adv
 
Ketua BKSAP DPR RI, Fadli Zon saat diskusi panel SDG 16 dalam IPU UN Parliamentary Forum at the High-Level Political Forum (HLPF) on Sustainable Development, di Markas Besar PBB, New York, Selasa (16/07/2024). Foto: Ist/vel
JAKARTA, SIYASAH News | Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Fadli Zon mempertanyakan standar ganda dalam demokrasi, khususnya dalam kaitannya dengan upaya pencapaian SDG 16 tentang Perdamaian, Keadilan dan Institusi yang Kuat. Hal tersebut diungkapkannya saat diskusi panel SDG 16 dalam IPU UN Parliamentary Forum at the High-Level Political Forum (HLPF) on Sustainable Development, di Markas Besar PBB, New York, Selasa (16/07/2024).

“Jika kita bicara mengenai upaya penguatan parlemen untuk mewujudkan SDG’S 16, itu berarti kita berinvestasi pada demokrasi. Bagaimana kita berbicara demokrasi, bila di depan mata ada standar ganda soal demokrasi dan pelanggaran HAM, termasuk pengabaian terang-terangan negara-negara demokrasi terhadap genosida di depan mata?” ungkap Fadli dalam keterangan tertulisnya, Rabu (17/07/2024). Adapun hal itu ia utarakan kepada panelis yang notabene merupakan perwakilan UNDP, Senat Chile dan International Budget Partnership, di sesi pertama terkait SDG 16 “Investing in Parliament as Key Institutions of Governance”.

Dilanjutkannya, pihaknya menilai situasi konflik, seperti yang terjadi di Gaza, memperburuk pencapaian SDG 16. Apalagi, aturan internasional tidak lagi dihormati. Peristiwa tersebut mengarah kepada protes yang luas. “Jika tak diakomodasi, kepercayaan masyarakat akan lebih tergerus, merusak kepercayaan yang sudah rapuh,” tambah Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.

Oleh karena itu menurutnya, parlemen yang kuat dan inklusif diperlukan dan hal tersebut dapat didorong melalui upaya penguatan aspirasi publik melalui partisipasi publik bermakna. Ini berarti pendapat dan keluhan masyarakat perlu didengar, dipertimbangkan dan ditanggapi. “Parlemen yang transparan dan terbuka perlu didukung dengan legislasi dasar seperti UU tentang Partisipasi Publik dan UU Keterbukaan Informasi,” tegasnya.


Dijelaskan Fadli DPR RI sendiri telah menginisiasi gerakan Open Parlemen sejak 2018, sekaligus mendorong perubahan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dengan memastikan partisipasi publik terakomodasi di setiap tahapan pembuatan UU. “Tidak hanya itu, pembahasan RUU Perampasan Aset dapat secara substantif memberikan landasan hukum untuk target SDG 16.4 terkait pemulihan dan pengembalian aset yang dicuri,” tambah Ketua Delegasi BKSAP DPR RI ini.

Selain itu, Delegasi BKSAP juga melakukan kunjungan kehormatan ke Presiden Majelis Umum PBB, H.E. Dennis Francis, dan juga bertemu dengan pemangku kepentingan lain seperti UN Water hingga International Institute on Sustainable Development (IISD).

Dalam kesempatan itu, Fadli juga didampingi anggota delegasi BKSAP DPR RI lainnya seperti Gilang Dhielafararez dan Agustina Wilujeng dari Fraksi PDI-Perjuangan, Putu Supadma Rudana dari Fraksi Partai Demokrat, Sukamta dari Fraksi PKS, Achmad Hafidz Tohir dari Fraksi PAN, dan Kamrussamad dari Fraksi Partai Gerindra. (dpr.go.id)
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl