MANDIRI TAPI TIDAK SENDIRI: Dilema Perempuan Modern dalam Perspektif Normatif dan Empiris

Tim Siyasah
12.8.24
Last Updated 2024-08-13T06:52:25Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
adv


Oleh; Dr. Bukhari, M.H., CM Akademisi IAIN Lhokseumawe. 
Perempuan modern tidak harus memilih antara menjadi mandiri atau tidak. Keduanya bisa berjalan beriringan.

PEREMPUAN di era modern sering kali dihadapkan pada dilema antara dua nasihat yang tampaknya bertolak belakang: "Jangan terlalu mandiri, nanti kamu enggak butuh laki-laki," dan "Perempuan harus mandiri, harus bisa mengurus dirinya sendiri, cari uang sendiri, menata masa depannya sendiri." Dilema ini bisa dianalisis dari dua sudut pandang: normatif dan empiris.


Perspektif Normatif: Apa yang Seharusnya

Dari sudut pandang normatif, peran dan posisi perempuan seringkali ditentukan oleh nilai-nilai budaya, agama, dan tradisi. Misalnya, dalam beberapa budaya, perempuan dianggap sebagai pengayom keluarga, yang perannya lebih cond

ong pada mengurus rumah tangga dan mendampingi suami. Nasihat "jangan terlalu mandiri" mungkin berasal dari nilai-nilai ini, yang menganggap hubungan suami-istri seharusnya saling melengkapi dan bergantung satu sama lain.

Dalam konteks normatif, kemandirian perempuan dapat dilihat sebagai sesuatu yang harus diatur sedemikian rupa agar tidak mengganggu harmoni dalam hubungan pernikahan. Nilai-nilai ini menekankan pentingnya keselarasan dalam rumah tangga, di mana perempuan berperan sebagai penyeimbang bagi laki-laki.

Namun, normatif juga bisa mengarahkan pada pandangan yang lebih progresif. Dalam hal ini, perempuan mandiri dianggap sebagai bentuk pemenuhan hak dan kebebasan individu. Nilai-nilai kesetaraan gender mendorong perempuan untuk berdiri di atas kaki sendiri, tanpa harus merasa tergantung pada pasangan. Perspektif normatif yang progresif ini mendukung pandangan bahwa perempuan harus mandiri untuk mencapai potensi maksimalnya.

Perspektif Empiris: Apa yang Terjadi di Lapangan

Sementara itu, dari sudut pandang empiris, kita melihat realitas kehidupan yang dialami oleh perempuan modern.


Data dan penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang mandiri secara ekonomi dan emosional cenderung memiliki kehidupan yang lebih stabil dan bahagia.


Kemandirian dalam hal keuangan, misalnya, memberikan perempuan kemampuan untuk membuat keputusan sendiri tanpa harus tergantung pada pasangan.

Penelitian juga menunjukkan bahwa hubungan yang didasari pada kesetaraan, di mana kedua pasangan saling mendukung kemandirian satu sama lain, cenderung lebih tahan lama dan harmonis. Kemandirian tidak menyebabkan perpecahan, melainkan menciptakan ruang untuk saling menghargai dan mendukung.


Dengan demikian, secara empiris, kemandirian perepmpuan bukanlah ancaman bagi hubungan, tetapi justru menjadi salah satu fondasi penting untuk membangun hubungan yang sehat.

Menghubungkan Normatif dan Empiris

Ketika kita mengaitkan perspektif normatif dan empiris, kita bisa melihat bahwa meskipun norma-norma tradisional mungkin mendorong perempuan untuk tidak terlalu mandiri, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemandirian perempuan memiliki banyak manfaat positif.


Oleh karena itu, pendekatan yang seimbang diperlukan. Norma-norma tradisional perlu disesuaikan dengan realitas empiris, di mana perempuan dapat menjadi mandiri tanpa kehilangan esensi dari hubungan yang harmonis.

Pada akhirnya, perempuan modern tidak harus memilih antara menjadi mandiri atau tidak. Keduanya bisa berjalan beriringan.


Dalam perspektif normatif, kemandirian perlu dipahami sebagai bagian dari keharmonisan hubungan, sementara secara empiris, kemandirian terbukti memberikan dampak positif bagi kehidupan perempuan.


Kuncinya adalah menemukan keseimbangan antara nilai-nilai normatif dan realitas empiris, sehingga perempuan bisa mandiri tapi tetap tidak sendiri.(***)
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl