Pergelendangan dan Pengemisan di Indonesia : Krisis Sosial dan Solusi Lapangan Kerja

Tim Siyasah
31.8.24
Last Updated 2024-08-31T10:50:08Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
adv

Dr. Bukhari.M.H.CM Akademisi IAIN Lhokseumawe

Banyak orang yang terjebak dalam lingkaran pergelandangan dan pengemisan disebabkan oleh faktor-faktor seperti, kehilangan pekerjaan, kurangnya akses terhadap pendidikan, dan ketiadaan jaminan sosial yang memadai



PERGELANDANGAN dan pengemisan telah lama menjadi fenomena sosial yang menghantui kota-kota besar di Indonesia. Meskipun kerap dianggap sebagai masalah ketertiban umum, pergelandangan dan pengemisan sebenarnya mencerminkan permasalahan struktural yang lebih dalam, terutama terkait dengan kemiskinan dan ketidaktersediaan lapangan kerja yang memadai.

Pasal 504 dan Pasal 505 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) secara tegas mengatur tentang hukuman bagi mereka yang melakukan pengemisan dan pergelandangan. Pasal-pasal ini memberikan ancaman pidana kurungan bagi individu atau kelompok yang melakukan aktivitas tersebut di ruang publik.

Dalam Pasal 504, seorang pengemis diancam dengan pidana kurungan paling lama enam minggu, dan jika dilakukan secara berkelompok oleh tiga orang atau lebih yang berumur di atas enam belas tahun, ancaman pidana ditingkatkan menjadi tiga bulan. Pasal 505, yang mengatur pergelandangan, memberikan ancaman pidana kurungan paling lama tiga bulan, dan enam bulan jika dilakukan oleh kelompok.

Namun, penerapan pasal-pasal ini kerap menimbulkan polemik. Di satu sisi, penegakan hukum ini bertujuan untuk menjaga ketertiban umum dan mencegah aktivitas yang dianggap meresahkan masyarakat. Namun, di sisi lain, hukuman pidana ini belum menyentuh akar permasalahan yang sesungguhnya, yaitu kemiskinan dan ketidaksetaraan ekonomi.

Konteks Empiris: Pergelandangan dan Kemiskinan Struktural

Realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak orang yang terjebak dalam lingkaran pergelandangan dan pengemisan disebabkan oleh faktor-faktor seperti, kehilangan pekerjaan, kurangnya akses terhadap pendidikan, dan ketiadaan jaminan sosial yang memadai.

Dalam banyak kasus, mereka yang menjadi pengemis atau gelandangan adalah individu-individu yang kehilangan sumber mata pencaharian, tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk bersaing di pasar kerja, atau bahkan tidak memiliki tempat tinggal yang layak.

Pandemi COVID-19 yang melanda dunia dalam beberapa tahun terakhir telah memperparah situasi ini. Banyak pekerja informal yang kehilangan pekerjaan karena pembatasan sosial dan penurunan ekonomi, memaksa mereka untuk mencari cara bertahan hidup di jalanan. Dalam situasi ini, hukuman pidana bagi pengemis dan gelandangan bisa menjadi tidak efektif, bahkan kontraproduktif. Alih-alih mengurangi angka pergelandangan, hukuman ini justru bisa memperburuk keadaan mereka dengan menambah beban psikologis dan menghalangi akses mereka ke program-program rehabilitasi.

Kebutuhan Mendesak untuk Lapangan Kerja

Solusi yang lebih berkelanjutan untuk mengatasi pergelandangan dan pengemisan adalah dengan menciptakan lebih banyak lapangan kerja yang layak, terutama di sektor-sektor yang dapat menyerap tenaga kerja dari kelompok rentan ini. Pemerintah perlu bekerja sama dengan sektor swasta untuk membuka peluang kerja yang tidak hanya menguntungkan dari segi ekonomi, tetapi juga inklusif bagi mereka yang berada di bawah garis kemiskinan.

Program pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi bagi para gelandangan dan pengemis juga perlu ditingkatkan. Misalnya, pemerintah bisa menyediakan program pelatihan kerja di bidang-bidang yang memiliki permintaan tinggi seperti keterampilan teknis, pertanian modern, atau usaha mikro. Selain itu, upaya untuk memperluas jaminan sosial, seperti bantuan tunai atau akses ke layanan kesehatan dan pendidikan gratis, sangat diperlukan untuk mencegah orang-orang jatuh ke dalam kemiskinan yang lebih dalam.

Kesimpulan

Pasal 504 dan 505 KUHP memang mengatur hukuman bagi pengemis dan gelandangan, namun hukum pidana tidak boleh menjadi satu-satunya cara untuk mengatasi masalah sosial yang kompleks ini. Dibutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif dan manusiawi, yang tidak hanya fokus pada penegakan hukum, tetapi juga pada penciptaan lapangan kerja, peningkatan keterampilan, dan perluasan jaminan sosial. Dengan demikian, kita tidak hanya akan mengurangi pergelandangan dan pengemisan, tetapi juga membangun masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.(***)
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl