adv
Dikutip dari buku : Fiqh Siyasah - Doktrin dan Pemikiran Politik Islam (Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada)
PERIODE MODER ditandai kolonialisme yang melanda negeri-negeri muslim. Hampir seluruh dunia Islam berada di bawah penjajahan Barat. Dunia Islam tidak mampu bangkit dari kemunduran yang berkepanjangan. Singkatnya, ada tiga hal yang melatarbelakangi pemikiran Islam modern atau kontemporer.
Pertama, kemunduran dan kerapuhan dunia Islam yang disebabkan oleh faktor-faktor internal dan yang berakibat munculnya gerakan-gerakan pembaharuan dan pemurnian.
Kedua, rongrongan Barat terhadap keutuhan kekuasaan politik dan wilayah dunia islam yang berakhir dengan dominasi atau penjajahan oleh negara-negara Barat atas sebahagian besar wilayah dunia islam dan berkembangnya di kalangan umat Islam semangat permusuhan dan sikap anti-Barat.
Ketiga, keunggulan Barat dalam bidang ilmu, teknologi,dan organisasi. Kecenderungan yang seperti itu membuat sebagian pemikir ada yang mencoba meniru Barat, ada juga yang menolak Barat dan menghendaki kembali kepada kemurnian Islam.
Maka, dalam periode ini ada tiga kecenderungan pemikiran politik Islam, yaitu integralisme, interseksion, dan sekularisme.
Kedua, rongrongan Barat terhadap keutuhan kekuasaan politik dan wilayah dunia islam yang berakhir dengan dominasi atau penjajahan oleh negara-negara Barat atas sebahagian besar wilayah dunia islam dan berkembangnya di kalangan umat Islam semangat permusuhan dan sikap anti-Barat.
Ketiga, keunggulan Barat dalam bidang ilmu, teknologi,dan organisasi. Kecenderungan yang seperti itu membuat sebagian pemikir ada yang mencoba meniru Barat, ada juga yang menolak Barat dan menghendaki kembali kepada kemurnian Islam.
Maka, dalam periode ini ada tiga kecenderungan pemikiran politik Islam, yaitu integralisme, interseksion, dan sekularisme.
Kelompok pertama, memiliki pandangan bahwa agama dan politik adalah menyatu, tak terpisahkan. Dalam pandangan kelompok ini, negara tidak bisa dipisahkan dari agama, karena tugas negara adalah menegakkan agama, sehingga negara Islam atau khilafah Islamiyah menjadi cita-cita bersama. Karena itulah, syariat Islam menjadi hukum negara yang dipraktikkan untuk seluruh umat Islam.
Kelompok ini diwakili oleh:1. Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935 M) yang menulis Al-Khilafah wa al-Imamah al-Uzhma (Kekhalifahanatau Kepemimpinan Agung) dan tafsir Al-Manar.2.
Kedua, Hasan bin Ahmad bin Abdurrahman Al-Banna atauyang lebih dikenal dengan nama Hasan Al-Banna (1906-1949 M), pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin.
Ketiga, Abu al-A'la al-Maududi (1903-1979 M) yang menulis Al-Khilafah wal Mulk (Khilafah dan Kerajaan) dan Islamic Law and Constitution. Ia juga pendiri gerakan Jama'at Islami di Pakistan.
Keempat, Sayyid Quthb (1906-1966 M) ideolog gerakan Ikhwanul Muslimin yang menulis Al-Adalah al-Ijtima'iyah fi al-Islam (Keadilan Sosial dalam Islam) dan Maalim al-Thariq (Petunjuk Jalan).
Kelima, Imam Khomeini (1900-1989 M) pemimpin RevolusiIslam Iran 1979 dan penggagas konsep wilayatul faqihyang menulis Hukumat-i Islami (Sistem Pemerintahan Islam).
Dari sejumlah pemikir yang memiliki pandangan integralistik ini menunjukkan bahwa Islam tidak bisa dipisahkan dengan negara yang ditunjukkan oleh mereka dalam aktivitas politiknya dalam bentuk partai politik Islam yang bertujuan untuk merebut negara dari penguasa sekuler.
Para pemikir ini menunjukkan garis pemikiran politik yang moderat dengan tidak mengabaikan pentingnya negara terhadap agama. Kelompok ini diwakili oleh:
1. Muhammad Abduh (1849-1905 M) tokoh pembaharu Mesir.
2. Muhammad Iqbal (1873-1938 M) bapak pendirinegara Pakistan.
3. Muhammad Husain Haikal (1888-1945 M) yang menulis:
- Hayatu Muhammad (Sejarah HidupMuhammad),
- Fi Manzil al-Wahyi (Kedudukan Wahyu)
- Al-Humumat al-Islamiyat (Pemerintahan Islam).
4. Fazlur Rahman (1919-1988 M) bapak pembaharu Pakistan yang menulis:
- Islam and Modernity,
- Major Themes of the Qur'an.
Kelompok ketiga memiliki pandangan bahwa agama harus dipisahkan dengan negara dengan argumen Nabi Muhammad Saw tidak pernah memerintahkan untuk mendirikan negara. Terbentuknya negara dalam masa awal Islam hanya faktor alamiah dan historis dalam kehidupan masyarakat, sehingga tidak perlu umat Islam mendirikan negara Islam atau khilafah Islamiyah.
Kelompok ini diwakili oleh:
Kelompok ini diwakili oleh:1. Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935 M) yang menulis Al-Khilafah wa al-Imamah al-Uzhma (Kekhalifahanatau Kepemimpinan Agung) dan tafsir Al-Manar.2.
Kedua, Hasan bin Ahmad bin Abdurrahman Al-Banna atauyang lebih dikenal dengan nama Hasan Al-Banna (1906-1949 M), pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin.
Ketiga, Abu al-A'la al-Maududi (1903-1979 M) yang menulis Al-Khilafah wal Mulk (Khilafah dan Kerajaan) dan Islamic Law and Constitution. Ia juga pendiri gerakan Jama'at Islami di Pakistan.
Keempat, Sayyid Quthb (1906-1966 M) ideolog gerakan Ikhwanul Muslimin yang menulis Al-Adalah al-Ijtima'iyah fi al-Islam (Keadilan Sosial dalam Islam) dan Maalim al-Thariq (Petunjuk Jalan).
Kelima, Imam Khomeini (1900-1989 M) pemimpin RevolusiIslam Iran 1979 dan penggagas konsep wilayatul faqihyang menulis Hukumat-i Islami (Sistem Pemerintahan Islam).
Dari sejumlah pemikir yang memiliki pandangan integralistik ini menunjukkan bahwa Islam tidak bisa dipisahkan dengan negara yang ditunjukkan oleh mereka dalam aktivitas politiknya dalam bentuk partai politik Islam yang bertujuan untuk merebut negara dari penguasa sekuler.
Para pemikir ini menunjukkan garis pemikiran politik yang moderat dengan tidak mengabaikan pentingnya negara terhadap agama. Kelompok ini diwakili oleh:
1. Muhammad Abduh (1849-1905 M) tokoh pembaharu Mesir.
2. Muhammad Iqbal (1873-1938 M) bapak pendirinegara Pakistan.
3. Muhammad Husain Haikal (1888-1945 M) yang menulis:
- Hayatu Muhammad (Sejarah HidupMuhammad),
- Fi Manzil al-Wahyi (Kedudukan Wahyu)
- Al-Humumat al-Islamiyat (Pemerintahan Islam).
4. Fazlur Rahman (1919-1988 M) bapak pembaharu Pakistan yang menulis:
- Islam and Modernity,
- Major Themes of the Qur'an.
Kelompok ketiga memiliki pandangan bahwa agama harus dipisahkan dengan negara dengan argumen Nabi Muhammad Saw tidak pernah memerintahkan untuk mendirikan negara. Terbentuknya negara dalam masa awal Islam hanya faktor alamiah dan historis dalam kehidupan masyarakat, sehingga tidak perlu umat Islam mendirikan negara Islam atau khilafah Islamiyah.
Kelompok ini diwakili oleh:
Pertama, Ali Abd al-Raziq (1888-1966 M) yang menulis Al-Islam wa Ushul al-Hukm: Ba'ts fi al-Khilafah wa al-Hukumah fi al-Islam (Islam dan Pemerintahan: Kajian tentang Khilafah dan Pemerintahan dalam Islam).
Kedua, Thaha Husein (1889-1973 M) yang menulis Mustaqbalal-Tsaqafah fi Mishr (Masa Depan Kebudayaan Mesir).
Ketiga, Mustafa Kemal Attaturk (1881-1938 M) pendiri Republik Turki modern.(***)
Kedua, Thaha Husein (1889-1973 M) yang menulis Mustaqbalal-Tsaqafah fi Mishr (Masa Depan Kebudayaan Mesir).
Ketiga, Mustafa Kemal Attaturk (1881-1938 M) pendiri Republik Turki modern.(***)