adv
Salah satu aspek yang menarik perhatian adalah, bagaimana Fir'aun memanfaatkan retorika dan strategi komunikasi untuk memperoleh serta mempertahankan kekuasaan absolutnya
SEJARAH kepemimpinan Fir'aun, penguasa Mesir kuno, telah menjadi sorotan dalam berbagai disiplin ilmu, baik sejarah, teologi, maupun studi komunikasi. Salah satu aspek yang menarik perhatian adalah, bagaimana Fir'aun memanfaatkan retorika dan strategi komunikasi untuk memperoleh serta mempertahankan kekuasaan absolutnya. Melalui pendekatan komunikasi Islam, analisis terhadap praktik komunikasi Fir'aun dapat memberikan wawasan mendalam mengenai dinamika kekuasaan dan legitimasi dalam konteks kepemimpinan yang otoriter.
Fir'aun dikenal mahir dalam penggunaan bahasa dan simbol-simbol komunikasi untuk meneguhkan otoritasnya. Ia memanfaatkan elemen-elemen retorika seperti diksi bombastis, repetisi, dan penekanan pada keagungan dirinya untuk mempengaruhi dan mengendalikan persepsi masyarakat. Melalui strategi ini, Fir'aun berhasil membangun citra dirinya sebagai sosok yang diagungkan dan memiliki kekuasaan yang tampaknya tak terbatas.
Selain itu, Fir'aun juga dengan cerdas menggunakan agama sebagai alat legitimasi kekuasaannya. Ia secara sistematis menyusun narasi yang menempatkan dirinya sebagai perwakilan Tuhan di muka bumi, sehingga segala keputusan dan tindakannya dianggap suci dan tak terbantahkan. Strategi komunikasi ini efektif dalam merekatkan dominasi Fir'aun di tengah masyarakat Mesir kuno yang menjunjung tinggi nilai-nilai spiritualitas dan keagamaan.
Namun, jika ditinjau dari perspektif komunikasi Islam, praktik komunikasi Fir'aun yang cenderung manipulatif, zalim, dan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan menjadi sorotan kritis. Komunikasi Islam menekankan prinsip kejujuran, keadilan, dan penghargaan terhadap martabat manusia, yang semuanya bertentangan dengan model kepemimpinan Fir'aun. Dalam komunikasi Islam, pemimpin ideal adalah mereka yang mengedepankan akhlak mulia, melindungi hak-hak rakyat, dan mengupayakan kesejahteraan bersama, bukan yang menindas dan memanipulasi.
Kajian terhadap retorika dan strategi komunikasi Fir'aun juga mengungkap dimensi psikologis dalam kepemimpinannya. Penekanan berlebihan pada keagungan dirinya serta upaya menanamkan rasa takut di kalangan rakyat bisa dimaknai sebagai upaya kompensasi atas kekhawatiran Fir'aun akan kehilangan kendali. Dalam teori komunikasi antar budaya, hal ini dapat dikaitkan dengan konsep power distance, di mana pemimpin dengan jarak kekuasaan tinggi cenderung menciptakan distansi sosial dan bersikap otoriter untuk menjaga posisinya.
Implikasi dari kajian ini tidak hanya relevan dalam memahami sejarah kepemimpinan Fir'aun, tetapi juga dapat menjadi pelajaran penting bagi praktik kepemimpinan di masa kini. Dengan memahami potensi penyalahgunaan retorika dan strategi komunikasi, para pemimpin masa kini diharapkan lebih bijak dalam memanfaatkan bahasa dan simbol, serta lebih sadar akan tanggung jawab mereka untuk membangun kepemimpinan yang adil, transparan, dan berorientasi pada kesejahteraan umat.(***)