Merdeka Belajar, Terbatasnya Kemerdekaan Saat Mengajar

Tim Siyasah
25.10.24
Last Updated 2024-10-26T06:35:12Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
adv

Ruang belajar di salah satu SMA di Aceh Utara, kondisinya memperihantikan. Kenyamanan ruang belajar disinyalir menjadi salah satu faktor kendala penerapan Program Merdeka Belajar
Agar konsep Merdeka Belajar dapat diterapkan secara merata, evaluasi mendalam terhadap implementasinya di daerah perlu dilakukan

Oleh : Dr. Bukhari.M.H.CM (Komite SD Negeri 5 Samudera, Aceh Utara)

PROGRAM "Merdeka Belajar" dicanangkan untuk memberikan kebebasan lebih bagi guru dan siswa dalam proses belajar-mengajar. Namun, di berbagai wilayah, termasuk Aceh, idealisme ini kerap berbenturan dengan realitas. Minimnya fasilitas di sekolah-sekolah, terutama di daerah pedalaman, justru menjadi hambatan besar dalam mewujudkan kemerdekaan belajar yang sesungguhnya. Kondisi infrastruktur yang serba terbatas membuat kebijakan ini kehilangan esensinya.

Salah satu kendala utama adalah kurangnya alat penunjang teknologi, seperti komputer, proyektor, dan akses internet. Padahal, konsep Merdeka Belajar mendorong pembelajaran interaktif berbasis teknologi agar proses belajar menjadi lebih variatif. Tanpa fasilitas ini, guru di Aceh terpaksa kembali ke metode konvensional yang bertumpu pada ceramah atau hafalan, bertolak belakang dengan semangat inovatif yang diusung oleh kebijakan ini.

Minimnya bahan ajar berkualitas juga menjadi kendala besar. Di sekolah-sekolah pedalaman, bahan ajar yang mendukung pembelajaran mandiri atau berbasis proyek masih sangat terbatas. Buku-buku penunjang sering kali hanya berupa materi standar tanpa tambahan yang memungkinkan eksplorasi lebih jauh. Ketiadaan bahan ajar alternatif ini menyebabkan siswa tidak merasakan “kemerdekaan” dalam belajar, melainkan hanya menerima instruksi satu arah.

Selain masalah alat dan bahan ajar, kenyamanan ruang belajar juga sering terabaikan. Di banyak sekolah pedalaman, ruang kelas tidak dilengkapi kipas angin atau pendingin lainnya, sehingga kenyamanan belajar siswa terganggu. Di tengah iklim Aceh yang panas, ruang kelas yang minim ventilasi atau tanpa kipas angin menjadi tempat belajar yang kurang kondusif. Akibatnya, perhatian siswa mudah terganggu, dan proses belajar-mengajar tidak berjalan optimal. Tanpa kenyamanan ruang belajar, "kemerdekaan" belajar yang didengungkan sulit tercapai karena siswa tidak dapat fokus pada materi yang disampaikan.

Evaluasi Konsep Merdeka Belajar

Agar konsep Merdeka Belajar dapat diterapkan secara merata, evaluasi mendalam terhadap implementasinya di daerah perlu dilakukan. Pemerintah harus memperhatikan situasi nyata di sekolah-sekolah Aceh dan memastikan dukungan fasilitas yang memadai. Pengadaan alat-alat teknologi, peningkatan bahan ajar, dan perbaikan fasilitas ruang kelas perlu diprioritaskan. Komputer, proyektor, dan jaringan internet harus tersedia secara merata agar pembelajaran interaktif dapat dirasakan oleh semua siswa.

Di samping itu, kenyamanan ruang kelas perlu menjadi perhatian utama. Pemerintah sebaiknya melengkapi ruang kelas di daerah pedalaman dengan kipas angin atau alat pendingin sederhana agar siswa dapat belajar dengan nyaman. Kenyamanan fisik ini penting dalam mendukung proses belajar yang efektif. Ketika ruang belajar memenuhi standar kenyamanan, siswa akan lebih mudah berkonsentrasi dan meresapi materi yang diajarkan.

Pada akhirnya, Merdeka Belajar seharusnya tidak hanya menjadi slogan tanpa makna bagi daerah yang belum terfasilitasi. Evaluasi kebijakan ini harus mencakup aspek infrastruktur, kenyamanan, dan dukungan sumber belajar agar semua siswa di Indonesia, termasuk di Aceh, merasakan kesempatan yang setara untuk berkembang. Tanpa fasilitas yang memadai, "kemerdekaan" belajar tidak akan pernah terwujud secara menyeluruh, dan potensi anak bangsa pun sulit untuk berkembang dengan optimal.(***)
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl