adv
Guru honorer, seringkali berada dalam posisi yang sulit, sehingga perlu mendapat perlindungan lebih baik untuk mendukung tugas mereka sebagai pendidik.
Kasus ini memicu diskusi tentang posisi guru honorer dan cara menyelesaikan konflik di lingkungan pendidikan. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra, yang diperbantukan alias Bantuan Kendali Operasi (BKO) untuk kunjungan kerja Komisi III DPR RI, meminta agar kasus seperti ini tidak selalu diselesaikan melalui jalur hukum, jika memungkinkan penyelesaian melalui Restorative justice.
Ia menilai pendekatan dialogis lebih manusiawi, terutama mengingat posisi guru honorer yang memiliki niat untuk mendidik tetapi seringkali menghadapi tekanan dari berbagai pihak.
"Harapan kita tidak semua kasus mesti diselesaikan dengan jalur hukum. Kalau itu bisa diselesaikan dengan musyawarah, alangkah lebih baik. Tidak selalu soal penindakan yang didahulukan," ujarnya Bahtra saat kunjungan reses Komisi III, Sulawesi Tenggara, Kendari, (6/12/2024)
Bahtra juga menyampaikan apresiasi kepada pihak Polda Sulawesi Tenggara karena telah menindaklanjuti sidang etik terkait kasus tersebut. Bahtra berharap sidang tersebut mampu mengungkap motif di balik pemanggilan Supriyani oleh pihak kepolisian.
"Jadi mungkin nanti di situ bisa muncul semua keterangan yang lebih jelas tentang motif soal mengenai permintaan yang dilakukan terhadap guru yang di Baito, Konawe Selatan, di Polda secara memanggil yang bersangkutan sehingga bisa terang benderang apa yang menjadi motifnya," katanya.
Ia menyoroti pentingnya pemahaman dari semua pihak, termasuk orang tua siswa, agar konflik seperti ini tidak terjadi lagi. Guru honorer, menurut Bahtra, seringkali berada dalam posisi yang sulit, sehingga perlu mendapat perlindungan lebih baik untuk mendukung tugas mereka sebagai pendidik.
"Kita kasihan ya, ini kan guru honorer yang mungkin niatnya untuk mendidik, tapi malah terjadi konflik seperti ini. Jangan sampai kejadian seperti ini terulang lagi di daerah lain," tambahnya.
Kasus ini diharapkan menjadi pembelajaran untuk semua pihak, agar hubungan antara guru, siswa, dan orang tua tetap harmonis. Upaya mediasi dan musyawarah menjadi langkah yang diutamakan untuk menyelesaikan persoalan serupa di masa mendatang. (dpr.go.id)
"Harapan kita tidak semua kasus mesti diselesaikan dengan jalur hukum. Kalau itu bisa diselesaikan dengan musyawarah, alangkah lebih baik. Tidak selalu soal penindakan yang didahulukan," ujarnya Bahtra saat kunjungan reses Komisi III, Sulawesi Tenggara, Kendari, (6/12/2024)
Bahtra juga menyampaikan apresiasi kepada pihak Polda Sulawesi Tenggara karena telah menindaklanjuti sidang etik terkait kasus tersebut. Bahtra berharap sidang tersebut mampu mengungkap motif di balik pemanggilan Supriyani oleh pihak kepolisian.
"Jadi mungkin nanti di situ bisa muncul semua keterangan yang lebih jelas tentang motif soal mengenai permintaan yang dilakukan terhadap guru yang di Baito, Konawe Selatan, di Polda secara memanggil yang bersangkutan sehingga bisa terang benderang apa yang menjadi motifnya," katanya.
Ia menyoroti pentingnya pemahaman dari semua pihak, termasuk orang tua siswa, agar konflik seperti ini tidak terjadi lagi. Guru honorer, menurut Bahtra, seringkali berada dalam posisi yang sulit, sehingga perlu mendapat perlindungan lebih baik untuk mendukung tugas mereka sebagai pendidik.
"Kita kasihan ya, ini kan guru honorer yang mungkin niatnya untuk mendidik, tapi malah terjadi konflik seperti ini. Jangan sampai kejadian seperti ini terulang lagi di daerah lain," tambahnya.
Kasus ini diharapkan menjadi pembelajaran untuk semua pihak, agar hubungan antara guru, siswa, dan orang tua tetap harmonis. Upaya mediasi dan musyawarah menjadi langkah yang diutamakan untuk menyelesaikan persoalan serupa di masa mendatang. (dpr.go.id)