Mengurangi Pergerakan Gajah di Pemukiman Warga Melalui Pembangunan 20.000 Ha Lahan Konservasi

Tim Siyasah
13.12.24
Last Updated 2024-12-13T10:55:43Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
adv

Aceh Tengah, Bener Meriah, Bireuen, dan Aceh Utara merupakan area yang sering dilaporkan mengalami kerusakan akibat masuknya kawanan gajah ke lahan pertanian penduduk. Konflik ini disebabkan oleh menyempitnya habitat alami gajah akibat alih fungsi lahan dan deforestasi
AGC Apresiasi Kebijakan Prabowo Terkait Lahan 20 Ribu Hektare untuk Gajah Liar

BIREUEN, SIYASAH News | Alokasi lahan seluas 20 ribu hektare untuk konservasi gajah sumatra di Aceh, mendapat tanggapan positif pegiat lingkungan. Yayasan Aceh Green Conservation (AGC) menilai, pembangunan kawasan konservasi akan membantu mengurangi pergerakan gajah ke pemukiman warga, sekaligus menjadi langkah strategis dalam menjaga populasi gajah sumatera.

Kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan alokasi lahan seluas 20 ribu hektare di Aceh untuk konservasi gajah sumatra, mendapat tanggapan positif oleh pegiat lingkungan. Alokasi lahan yang akan dikelola World Wide Fund for Nature (WWF), dianggap sebagai langkah maju dalam melestarikan satwa langka. Kebijakan ini sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem di sejumlah kawasan di Aceh.

Ketua Dewan Pembina Yayasan AGC, Suhaimi Hamid, Rabu (11/12/2024) mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada pemerintah atas perhatian serius terhadap konservasi satwa liar, khususnya gajah sumatra.

“Keputusan Presiden Prabowo untuk menyediakan 20 ribu hektare lahan sebagai kawasan konservasi adalah angin segar bagi upaya pelestarian gajah sumatra di Aceh. Kebijakan ini merupakan langkah maju yang sangat kami apresiasi, terutama mengingat tingginya konflik antara manusia dan gajah selama ini,” ujar Suhaimi.

Suhaimi menambahkan, Aceh Tengah, Bener Meriah, Bireuen, dan Aceh Utara merupakan area yang sering dilaporkan mengalami kerusakan akibat masuknya kawanan gajah ke lahan pertanian penduduk. Konflik ini disebabkan oleh menyempitnya habitat alami gajah akibat alih fungsi lahan dan deforestasi.

Suahaimi mengungkapkan, persoalan tersebut membutuhkan pendekatan holistik. Pembangunan kawasan konservasi, menurut Suhaimi, adalah salah satu solusi jangka panjang yang efektif. 

Mitigasi Konflik Gajah

Yayasan AGC telah lama berkecimpung dalam upaya mitigasi konflik antara gajah dengan manusia. Menurut Suhaimi, sejak didirikan Yayasan AGC telah melakukan berbagai inisiatif, seperti edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya hidup berdampingan dengan satwa liar, upaya penghijauan kembali hutan yang rusak, serta memfasilitasi dialog antara pemerintah dan masyarakat terkait mitigasi konflik.

Keputusan pemerintah untuk memberikan pengelolaan lahan konservasi ini kepada WWF juga disambut baik oleh Suhaimi. Ia menyebut WWF sebagai mitra strategis yang memiliki pengalaman luas dalam program konservasi satwa liar di Indonesia dan dunia.

“WWF adalah organisasi yang memiliki kapasitas, keahlian, dan jaringan untuk memastikan kawasan konservasi ini dapat dikelola secara efektif. Dengan kerja sama ini, kami optimistis bahwa habitat gajah sumatera di Aceh akan terjaga dengan baik,” ujarnya.

Fokus Pelestarian Gajah

WWF sendiri telah lama berfokus pada pelestarian gajah sumatra melalui berbagai program, termasuk penelitian, patroli pengawasan kawasan hutan, dan pemberdayaan masyarakat lokal. Kolaborasi dengan Yayasan AGC dan pemerintah diharapkan dapat menciptakan model konservasi yang berkelanjutan di Aceh.

Langkah Presiden Prabowo terkait lahan konservasi, dinilai oleh berbagai pihak sebagai wujud nyata komitmen Indonesia terhadap perlindungan satwa liar. Gajah sumatera, yang termasuk dalam daftar satwa terancam punah menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN). Hewan ini menghadapi berbagai ancaman seperti perburuan liar, kehilangan habitat, dan konflik dengan manusia.

Lanjut Suahimi, konservasi bukan hanya tentang melindungi satwa, tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem yang berdampak pada kehidupan manusia.

“Jika kita kehilangan gajah sumatra, dampaknya akan dirasakan oleh ekosistem hutan Aceh yang menjadi salah satu paru-paru dunia. Ini bukan hanya isu lokal, tapi juga isu global,” katanya.

Ia juga mendorong semua pihak, termasuk pemerintah daerah yang masuk sebagai kawasan bersama lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat luas, untuk mendukung langkah ini.

Keberhasilan program konservasi tehas Suhaimi, membutuhkan partisipasi semua pihak agar bisa berjalan dengan baik dan memberikan manfaat jangka panjang.

Yayasan AGC berharap bahwa kebijakan ini dapat menjadi awal dari program-program konservasi lain yang lebih komprehensif di Aceh.

Pengawasan Kawasan Konservasi

Selain itu, Suhaimi mengingatkan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap kawasan konservasi agar tidak terjadi penyalahgunaan lahan atau perambahan.

“Kami berharap pemerintah pusat dan daerah dapat bersinergi dengan baik untuk memastikan kawasan konservasi ini benar-benar menjadi tempat yang aman bagi gajah sumatera. Kemudian, kami juga berharap ada program pemberdayaan masyarakat sekitar agar mereka dapat merasakan manfaat ekonomi dari keberadaan kawasan konservasi,” pungkasnya.

Langkah ini dianggap membawa optimisme baru bagi konservasi lingkungan di Aceh, yang selama ini diwarnai oleh tantangan besar. Dengan adanya kawasan konservasi yang dikelola secara profesional, diharapkan konflik antara manusia dan gajah dapat diminimalkan, dan populasi gajah sumatera dapat kembali meningkat.

Upaya tersebut bukan hanya tentang melindungi gajah sumatera, tetapi juga tentang memastikan warisan alam Aceh tetap terjaga untuk generasi mendatang. (infopublik.id)

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl