Hindari Kerusakan Lingkungan, Pemilik IUP Harus Miliki Cukup Modal Kelola Tambang

Tim Siyasah
23.1.25
Last Updated 2025-01-23T13:32:52Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
adv

Anggota Badan Legislasi DPR RI Sarifuddin Sudding. Foto : Dok/Andri


JAKARTA, SIYASAH News|Anggota Badan Legislasi DPR RI Sarifuddin Suding mengingatkan agar jangan sampai pengusaha tambang yang mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPKIzin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) memiliki kekurangan modal untuk mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WUPK), khususnya y

ang berkaitan dengan pasca tambang, seperti reklamasi dan sebagainya.

“Yang saya khawatirkan ketika misalnya para pengusaha kontraktor yang mengerjakan wilayah izin usaha pertambangan yang diberikan, (tetapi pergi) meninggalkan begitu saja (setelah melakukan penggalian). Siapa yang bertanggung jawab pasca tambang ini? sudah rusak lingkungan, tidak ada jaminan reklamasinya apa segala macam ini. Nah ini jadi masalah juga perlu dipikirkan,” ujar Suding dalam rapat pleno Badan Legislasi di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2025).

Sebab, menurutnya, tak jarang di lapangan pihak-pihak yang memilki IUP tersebut tidak memiliki modal yang cukup dalam mengurus pertambangan yang diberikan. Mereka akhirnya menyerahkan kepada pengusaha tambang untuk mengelola WUPK dan hanya menerima royalti saja.

“Misalnya, Pak Benny ini ini punya wilayah izin usaha pertambangan. (Tetapi) karena nggak punya dana, datanglah pengusaha. Ya kan Bapak tinggal dapat royalti, Bapak dapat royalti 6 persen, 10 persen, nah itu yang terjadi, banyak begitu, seperti itu,” ujar Politisi Fraksi PAN ini.

Ia menjelaskan, proses pertambangan ini tidak mudah dan banyak tahapan yang perlu dipenuhi untuk bisa beroperasi. Mulai dari izin, pembukaan lahan, bahkan pengurusan administrasi yang ada di Kementerian ESDM dan juga di kementerian lain.

“Apakah itu terkait masalah lingkungan, terkait masalah kelautan. Seperti yang dikatakan tadi ketika ada Jetty misalnya tapi belum ada izin dari kelautan, itu juga belum bisa beroperasi. kan begitu. jadi memang banyak proses hambatan yang dihadapi, dan itu membutuhkan sumber daya tidak hanya sebatas finansial ya tapi juga memang sumber daya ya apa kekuatan-kekuatan lobi yang dilakukan supaya ini bisa terealisasi,” tambahnya.

Selain itu, lanjutnya, ada pula jaminan reklamasi yang jumlahnya tidak sedikit. Ia menaksir untuk tanah seluas 200 Ha, jaminan reklamasi ini dapat mencapai Rp 45 miliar. “Ketika bukaan lahan (tambang) sampai 200 hektar gitu, Rp45 Miliar yang ditetapkan oleh ESDM dan itu 5 tahun dibayar sekaligus,” jelasnya.

“Jadi jangan sampai ada kesan pemberian ini ya udah kita tinggal diam nanti pengusaha yang kerja kita tinggal dapat royalti kan begitu saja. Seperti itu nanti, Pak Ketua (Baleg). Jadi ini (harus) betul-betul dipikirkan juga secara matang,” tambahnya.

Sudding juga melihat adanya potensi masalah lainnya apabila kehadiran IUP yang dimiliki oleh pihak yang tidak memiliki modal dan kemudian mengandalkan pengusaha. Hal itu bakal berdampak pada hilangnya tanggung jawab pengelola tambang untuk peduli pada kondisi alam dan masyarakat sekitar, terlebih jika tidak ada jaminan reklamasinya.

“Kontraktor yang masuk mengerjakan itu juga ya bisa saja enggak peduli lagi dengan masyarakat. Karena dibilang ini pemberian dari negara. Jadi bentuk kepeduliannya terhadap masyarakatnya itu enggak ada,” pesannya.

“Nah itu yang saya khawatirkan ketika misalnya ada seperti itu justru kontraktornya pengusaha lagi yang mengeruk keuntungan di situ. bukan UMKM-nya, bukan koperasinya, tapi pengusaha yang masuk untuk mengerjakan itu dan mereka mendapatkan untung lagi. jadi para pengusaha lagi yang diuntungkan, bukan UMKM,” pungkasnya. (dpr.go.id) 
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl