adv
Oleh: Hugh Kennedy (Profesor Sejarah Timur Tengah di Universitas St. Andrews) /Dikutip dari Buku "Tradisi-Tradisi Intelektual Islam"
PADA Bagian Pertama, tulisan Hugh Kennedy yang dikutip dalam Buku "Tradisi-tradisi Intelektual Islam" dijelaskan, pada empat abad pertama Islam, muncul dua isu dan proses politik utama yang membentuk latar belakang penting bagi perkembangan kebudayaan Islam. Isu besar pertama yang dihadapi masyarakat Islam, dan yang memicu perdebatan politik panas di antara mereka, adalah persoalan kepemimpinan umat.
Bagian II, ini mengangkat isu yang kedua, yaitu persoalan mengenai penyebaran Islam. Apakah Islam agama yang pemeluknya terbatas pada elit penguasa, agama kelas penguasa yang dominan, ataukah ia agama dunia yang universal.
Di sini terdapat perbedaan pandangan dan kita menyaksikan runtuhnya gagasan hirarki yang dianut sebelumnya.
Pada masa Khulafa Rasyidun, khalifah ortodoks atau yang bersih (632-661) kata "ortodoks" harus dipakai dengan sangat hati-hati karena setiap kelompok meyakini bahwa mereka ortodoks dan beriman menjadi Muslim.
Pada masa Umayyah (661-750), orang-orang secara benar-pada dasarnya hanyalah orang-orang Arab yang non-Arab masuk Islam dalam jumlah yang terus meningkat dan mengubah sifat masyarakat Islam dari masyarakat penakluk, yang merupakan minoritas kecil yang hidup dari pajak tanah yang mereka taklukkan, menuju masyarakat yang meluaskan basisnya.
Sebenarnya, banyak kerusuhan yang terjadi pada masa Umayyah terkait dengan perluasan basis masyarakat Islam ini dan meningkatnya tuntutan dari para mualaf dari kalangan non-Arab, yaitu mawali, agar terlibat dalam pengambilan keputusan dan agar diterima sepenuhnya setara dengan anggota-anggota masyarakat Islam lainnya.
Pada masa Umayyah (661-750), orang-orang secara benar-pada dasarnya hanyalah orang-orang Arab yang non-Arab masuk Islam dalam jumlah yang terus meningkat dan mengubah sifat masyarakat Islam dari masyarakat penakluk, yang merupakan minoritas kecil yang hidup dari pajak tanah yang mereka taklukkan, menuju masyarakat yang meluaskan basisnya.
Sebenarnya, banyak kerusuhan yang terjadi pada masa Umayyah terkait dengan perluasan basis masyarakat Islam ini dan meningkatnya tuntutan dari para mualaf dari kalangan non-Arab, yaitu mawali, agar terlibat dalam pengambilan keputusan dan agar diterima sepenuhnya setara dengan anggota-anggota masyarakat Islam lainnya.
Isu tentang status Muslim non-Arab lalu menjadi poin penting lainnya. dalam pembicaraan politik, dan perdebatan tersebut menjadi berbelit-belit dan terikat satu sama lain dalam aneka cara dengan diskusi tentang kepemimpinan, dengan kecenderungan di kalangan Muslim baru untuk melihat kepada ahl al-bayt dan wakil-wakilnya, sebagai suatu cara mengatasi ketidakmampuan mereka.
Dengan jumlah pemeluk baru yang meningkat drastis, masa Abbasiyah (750-1258) menyaksikan runtuhnya gagasan bahwa komunitas Islam itu hanyalah masyarakat orang Arab belaka. Akhir-akhir ini seorang sejarawan Amerika, Profesor R. Bulliet, menulis sebuah karya menarik tentang konversi dalam Islam. Dengan menggunakan data-data sejarah kamus biografi, terutama dari Iran, Bulliet menegaskan dalam bukunya Conversion to Islam in the Medieval Period (Cambridge, Mass. 1979) bahwa pada periode kira-kira tahun 800 atau mungkin 850 Masehi sampai tahun 1000 mayoritas bangsa Iran dan -kalau diperluas, juga bangsa Syria dan Mesir- negeri-negeri utama di dunia Islam, tampaknya sudah memeluk agama baru ini.
Dengan jumlah pemeluk baru yang meningkat drastis, masa Abbasiyah (750-1258) menyaksikan runtuhnya gagasan bahwa komunitas Islam itu hanyalah masyarakat orang Arab belaka. Akhir-akhir ini seorang sejarawan Amerika, Profesor R. Bulliet, menulis sebuah karya menarik tentang konversi dalam Islam. Dengan menggunakan data-data sejarah kamus biografi, terutama dari Iran, Bulliet menegaskan dalam bukunya Conversion to Islam in the Medieval Period (Cambridge, Mass. 1979) bahwa pada periode kira-kira tahun 800 atau mungkin 850 Masehi sampai tahun 1000 mayoritas bangsa Iran dan -kalau diperluas, juga bangsa Syria dan Mesir- negeri-negeri utama di dunia Islam, tampaknya sudah memeluk agama baru ini.
Pada tahun 1000, tegasnya, proses konversi hampir selesai, walaupun masih ada masyarakat non-Muslim di Iran, Mesir, Syria dan seterusnya. Tetapi penyebaran Islam justru telah menghancurkan kesatuan kekhalifahan. Adalah suatu paradoks: keberhasilan agama ini dalam menarik banyak pemeluk baru, dalam penyebarannya ke semua wilayah mulai dari Spanyol sampai ke anak benua India, telah menghancurkan kesatuan politiknya, karena kini muncul elit Muslim dan kelompok penguasa lokal yang non Arab, yang ikatan keluarga dan budayanya ada di wilayah-wilayah tempat mereka berasal, namun demikian mereka merupakan orang-orang Muslim yang taat.
Mereka siap menerima otoritas Alquran dan Sunnah, dan otoritas nabi dan kadang-kadang keturunannya juga, tetapi mereka tidak siap menerima otoritas Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Maka kekhalifahan pun hancur ketika sebuah proses evolusi masyarakat Muslim lokal pelan-pelan memecahkan dan menjauhkan mereka dari kontrol politik pemerintah pusat.
Ia lebih mirip dengan saya kira ini analogi yang bisa diterima- cara dimana Persemakmuran Inggris mengembangkan beberapa indentitas, bersamaan dengan munculnya generasi baru, daripada bentuk pemberontakan terhadap para khalifah dan upaya untuk merdeka. Karena latar belakang kedua isu besar yang mendominasi pemikiran komunitas Islam awal itulah kehidupan intelektual Muslim berkembang.(***)