![]() |
PADA panggung gemerlap dunia Islam abad ke-12, kehadiran Ibnu Arabi, atau Muhyiddin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Arabi al-Hatimi at-Ta'i, memancarkan cahaya yang begitu terang.
Berpetualang di tanah Spanyol dan Afrika Utara, Ibnu Arabi bukan hanya seorang penjelajah fisik, tetapi juga penjelajah spiritual. Di perjalanannya, ia tidak hanya bertemu dengan sufi, melainkan juga dengan teolog dan sarjana lain yang membentuk mozaik beragam pemikiran. Setiap individu yang disinggahinya menjadi guru dan sahabat dalam perjalanannya, membuka jendela wawasan dan memperkaya pengalaman kehidupannya.
Pada usia yang masih muda, tepatnya 28 tahun, Ibnu Arabi mengambil keputusan berani untuk menjalani perjalanan keluar Semenanjung Iberia. Keputusan ini menghadirkan tantangan dan kekecewaan, tetapi juga membuka peluang untuk pertumbuhan spiritual yang luar biasa. Di Tunisia, ia menemui Ibnu Qashi, seorang pemimpin sufi yang memberontak terhadap Dinasti al-Murabithun. Meskipun kecewa dengan ketidakjujuran Ibnu Qashi yang mengaku sebagai juru selamat (al-Mahdi), Ibnu Arabi tetap setia pada perjalanan spiritualnya, menunjukkan keteguhan hati dan dedikasinya terhadap pencarian ilmu dan kebenaran.
Kunjungannya ke Abdul Aziz al-Mahdawi, seorang guru sufi di Tunisia, tidak hanya memperdalam pemahaman filsafat dan tasawufnya, tetapi juga membuka jendela baru menuju dimensi spiritual yang lebih dalam. Pada tahap ini dalam perjalanannya, Ibnu Arabi juga mendatangi Ibnu Barrajan, seorang sufi dan ahli hadits. Interaksi dengan berbagai tokoh ini mencerminkan kompleksitas spiritualnya yang terus berkembang.
Perjalanan Ibnu Arabi dalam memahami beragam pemikiran dan pendekatan spiritual memperlihatkan bahwa dia bukan hanya seorang sufi biasa. Pada usia yang masih muda, ia telah menjelajahi berbagai lapisan kebijaksanaan dan kearifan dari berbagai tradisi keilmuan. Ini tidak hanya mencerminkan kegigihan intelektualnya, tetapi juga daya terima dan ketertarikannya pada keberagaman pemikiran. Perjalanan spiritual Ibnu Arabi menjadi seperti perjalanan lintas benua dalam memahami esensi eksistensi dan kebijaksanaan Ilahi yang melingkupi segala sesuatu."
Ibnu Arabi adalah bukti hidup bahwa kompleksitas dan keunikan bisa bersatu dalam satu sosok. Pengaruhnya melewati batas-batas mazhab dan aliran, merangkul berbagai pemikiran. Perjalanan spiritualnya yang penuh tantangan dan konflik menciptakan kisah inspiratif, membuka jendela pemahaman terhadap filsuf dan sufi luar biasa yang membawa warna baru dalam panorama intelektual Islam.(***)
Nama besar ini tidak hanya memancarkan keagungan seorang sufi terkemuka, melainkan juga mencerminkan dirinya sebagai seorang pengarang dan penyair produktif. Keunggulannya tidak hanya tercermin dalam karya-karyanya yang produktif, tetapi juga dalam kehidupan yang penuh warna dan pemikiran yang kontroversial.
Dalam lintasan sejarah Islam, nama Ibnu Arabi seolah bersanding dengan Imam al-Ghazali, seorang ulama penting yang mengguncang dunia Sunni. Namun, daya pengaruh Ibnu Arabi melampaui batas tersebut, merentang dari golongan Sunni hingga Syi'ah, menjadikannya sebagai tokoh yang tak terelakkan. Bukannya hanya sekadar mengguncang dunia Sunni, Ibnu Arabi memainkan peran sentral dalam membentuk narasi dan pemahaman di seluruh spektrum keberagaman Islam.
Kelahiran Ibnu Arabi pada 17 Ramadhan 560 H/28 Juli 1165 M, di Mursia, Spanyol bagian tenggara, merupakan cahaya yang bersinar di tengah kegelapan ketidakpastian. Tanggal kelahirannya itu, yang bertepatan dengan wafatnya sufi besar, Syekh Abdul Qadir al-Jilani, memberikan dimensi spiritual yang mendalam pada kehidupan Ibnu Arabi. Beberapa melihatnya sebagai pewaris spiritual sang syekh, seorang wali atau "kekasih Tuhan", mewarisi tugas besar untuk memandu jiwa-jiwa menuju kebenaran.
Masa kecil Ibnu Arabi diwarnai oleh bayang-bayang peperangan dan pemberontakan di Andalusia, terutama oleh Reconquista, pasukan Kristen penakluk. Dinasti al- Murabitun dan al-Muwahhidun saling berebut kekuasaan, menciptakan dunia sosial dan politik yang rawan di Andalusia. Kondisi ini tidak hanya membentuk fondasi fisik Ibnu Arabi, tetapi juga mencorakkan jiwa dan pemikirannya. Melalui ketidakpastian inilah, kepekaan dan kebijaksanaan spiritualnya tumbuh, menjadi sumber kekuatan di tengah
turbulensi sejarah.
Tumbuh dalam keluarga terhormat, dengan ayah yang berpangkat tinggi di istana dan paman yang memerintah di Tlemcen, Ibnu Arabi diberi peluang langka untuk tidak terjebak dalam pusaran politik waktu itu. Meskipun bisa menjadi pejabat seperti keluarganya, pada usia dua puluh tahun, ia justru memutuskan untuk menjalani jalan tasawuf, meninggalkan identitas sosialnya demi menjadi seorang sufi. Keputusan ini mencerminkan ketertarikannya pada jalur spiritual yang berbeda dari keluarganya.
Penjajah Spritual
Dalam lintasan sejarah Islam, nama Ibnu Arabi seolah bersanding dengan Imam al-Ghazali, seorang ulama penting yang mengguncang dunia Sunni. Namun, daya pengaruh Ibnu Arabi melampaui batas tersebut, merentang dari golongan Sunni hingga Syi'ah, menjadikannya sebagai tokoh yang tak terelakkan. Bukannya hanya sekadar mengguncang dunia Sunni, Ibnu Arabi memainkan peran sentral dalam membentuk narasi dan pemahaman di seluruh spektrum keberagaman Islam.
Kelahiran Ibnu Arabi pada 17 Ramadhan 560 H/28 Juli 1165 M, di Mursia, Spanyol bagian tenggara, merupakan cahaya yang bersinar di tengah kegelapan ketidakpastian. Tanggal kelahirannya itu, yang bertepatan dengan wafatnya sufi besar, Syekh Abdul Qadir al-Jilani, memberikan dimensi spiritual yang mendalam pada kehidupan Ibnu Arabi. Beberapa melihatnya sebagai pewaris spiritual sang syekh, seorang wali atau "kekasih Tuhan", mewarisi tugas besar untuk memandu jiwa-jiwa menuju kebenaran.
Masa kecil Ibnu Arabi diwarnai oleh bayang-bayang peperangan dan pemberontakan di Andalusia, terutama oleh Reconquista, pasukan Kristen penakluk. Dinasti al- Murabitun dan al-Muwahhidun saling berebut kekuasaan, menciptakan dunia sosial dan politik yang rawan di Andalusia. Kondisi ini tidak hanya membentuk fondasi fisik Ibnu Arabi, tetapi juga mencorakkan jiwa dan pemikirannya. Melalui ketidakpastian inilah, kepekaan dan kebijaksanaan spiritualnya tumbuh, menjadi sumber kekuatan di tengah
turbulensi sejarah.
Tumbuh dalam keluarga terhormat, dengan ayah yang berpangkat tinggi di istana dan paman yang memerintah di Tlemcen, Ibnu Arabi diberi peluang langka untuk tidak terjebak dalam pusaran politik waktu itu. Meskipun bisa menjadi pejabat seperti keluarganya, pada usia dua puluh tahun, ia justru memutuskan untuk menjalani jalan tasawuf, meninggalkan identitas sosialnya demi menjadi seorang sufi. Keputusan ini mencerminkan ketertarikannya pada jalur spiritual yang berbeda dari keluarganya.
Penjajah Spritual
Berpetualang di tanah Spanyol dan Afrika Utara, Ibnu Arabi bukan hanya seorang penjelajah fisik, tetapi juga penjelajah spiritual. Di perjalanannya, ia tidak hanya bertemu dengan sufi, melainkan juga dengan teolog dan sarjana lain yang membentuk mozaik beragam pemikiran. Setiap individu yang disinggahinya menjadi guru dan sahabat dalam perjalanannya, membuka jendela wawasan dan memperkaya pengalaman kehidupannya.
Pada usia yang masih muda, tepatnya 28 tahun, Ibnu Arabi mengambil keputusan berani untuk menjalani perjalanan keluar Semenanjung Iberia. Keputusan ini menghadirkan tantangan dan kekecewaan, tetapi juga membuka peluang untuk pertumbuhan spiritual yang luar biasa. Di Tunisia, ia menemui Ibnu Qashi, seorang pemimpin sufi yang memberontak terhadap Dinasti al-Murabithun. Meskipun kecewa dengan ketidakjujuran Ibnu Qashi yang mengaku sebagai juru selamat (al-Mahdi), Ibnu Arabi tetap setia pada perjalanan spiritualnya, menunjukkan keteguhan hati dan dedikasinya terhadap pencarian ilmu dan kebenaran.
Kunjungannya ke Abdul Aziz al-Mahdawi, seorang guru sufi di Tunisia, tidak hanya memperdalam pemahaman filsafat dan tasawufnya, tetapi juga membuka jendela baru menuju dimensi spiritual yang lebih dalam. Pada tahap ini dalam perjalanannya, Ibnu Arabi juga mendatangi Ibnu Barrajan, seorang sufi dan ahli hadits. Interaksi dengan berbagai tokoh ini mencerminkan kompleksitas spiritualnya yang terus berkembang.
Perjalanan Ibnu Arabi dalam memahami beragam pemikiran dan pendekatan spiritual memperlihatkan bahwa dia bukan hanya seorang sufi biasa. Pada usia yang masih muda, ia telah menjelajahi berbagai lapisan kebijaksanaan dan kearifan dari berbagai tradisi keilmuan. Ini tidak hanya mencerminkan kegigihan intelektualnya, tetapi juga daya terima dan ketertarikannya pada keberagaman pemikiran. Perjalanan spiritual Ibnu Arabi menjadi seperti perjalanan lintas benua dalam memahami esensi eksistensi dan kebijaksanaan Ilahi yang melingkupi segala sesuatu."
Ibnu Arabi adalah bukti hidup bahwa kompleksitas dan keunikan bisa bersatu dalam satu sosok. Pengaruhnya melewati batas-batas mazhab dan aliran, merangkul berbagai pemikiran. Perjalanan spiritualnya yang penuh tantangan dan konflik menciptakan kisah inspiratif, membuka jendela pemahaman terhadap filsuf dan sufi luar biasa yang membawa warna baru dalam panorama intelektual Islam.(***)